CEC

CEC
Entertainment n costum Production

Senin, 31 Desember 2012



BENTUK SAJIAN/SINOPSIS
DERAP GELAR TATAR KARAWANG
(PERADABAN TARUMANAGARA)



Derap Gelar Tatar Karawang merupakan Seni helaran yang bersumber dari kehidupan masyarakat petani dan nelayan. Seni helaran ini terbentuk karena Penata terinspirasi dengan cerita dan silsilah kerajaan Tarumanagara yang pada masa 1418 SM sudah berdiri dengan gagah nya, karena kejayaan pada masa itu bertumpu pada 3 bidang yaitu : Pertanian, Kelautan dan pertahanan.
Derap Gelar Tatar Karawang merupakan seni helaran yang di kemas dengan gaya humoris dan banyol karena piƱata ingin memperlihatkan nuansa dan gaya  masyarakat Karawang yang serius tapi humoris.
Derap Gelar Tatar Karawang merupakan ucapan rasa syukur masyarakat Karawang dan di ungkapkan dalam sebuah pesta rakyat dengan berbagai ritual yaitu Ritual Larung Bumi, dan Ritual pusaka Karawang.
Prosesi ini akan di usung dengan unsure-unsur bentuk artistic yang merupakan simbolisasi dari tiap elemen kehidupan masyarakat Karawang.
Perlu di ketahui bahwa Artistic yang di gunakan sebagian dari sebuah Home industry kerajinan boneka yang berkembang pesat di daerah Kec. Kotabaru Kabupaten karawang

Bentuk artistic/pendukung yang digunakan adalah :
-         Garuda
-         Tandu kepala kerbau
-         Badawang Lalalukan
-         Badawang mamanukan
-         Leuit dan sundung
-         Lisung
-         Kereta kencana


LARUNG BUMI (PESTA LAUT)

Larung Bumi adalah sebuah cerita Legenda masyarakat pesisir. Larung Bumi bisa juga di sebut sebagai Pesta Laut atau selamatan Laut Ngaruwat Bumi yaitu hajat para Nelayan karena hasil panen ikan mereka berhasil dengan baik. Di dalam kegiatan ritual Pesta Laut ini biasa nya masyarakat pesisir selalu mengadakan acara perhelatan terlebih dahulu kemudian mereka melakukan pesta dalam artian ucapan rasa syukur ke Tuhan Yang Maha Esa, karena keberhasilan yang telah di capai oleh mereka. Larung Bumi adalah  bentuk seni pertunjukan yang dlaksanakan  dengan kegiatan ritual persembahan kepada penguasa laut sebagai ucapan syukur bahwa hasil yang didapat mereka cukup bagus. Dan di mainkan secara berkelompok. Dalam kegiatan ini selalu dilibatkan atraksi seni dan budaya setempat yang hidup dan berkembang sesuai dengan keadaan zaman. Pelaksanaan biasa nya dilakukan 3 – 7 hari. Puncak kegiatan ritual ini adalah “Lawung Kurban Kepala Kerbau” melalui proses ritual seni dan arak-arakan  di sepanjang jalan menuju pelelangan sebagai lokasi ritual awal dilanjutkan dengan parade menuju ke tengah laut.

NGARAK PUSAKA KARAWANG (PERTANIAN)

Ngarak Pusaka Karawang adalah bentuk seni helaran yang di rubah menjadi bentuk seni pertunjukan. Dan di mainkan secara berkelompok. Pusaka Karawang di simbolkan  adalah “Padi”. Pada jaman dulu ngarak Pusaka Karawang adalah salah satu kegiatan dari masyarakat petani. Hal ini di laksanakan pada saat panen raya, kegiatan ini di ibaratkan sebuah ungkapan rasa kegembiraan dari masyarakat petani karena hasil panen yg bagus sehingga semua masyarakat baik tua maupun muda  bergembira menyambut hasil panen.
Ngarak pusaka karawang yang di tampilkan dalam hal ini lebih mengarah ke unsur religinya, yaitu ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta, bahwa hasil yg di panen adalah merupakan kerja keras masyarakat petani.
Sebelum pelaksanaan penyimpanan padi, penata tari memberikan nuansa  religi di awal dengan menampilkan seseorang yang di tuakan, sebagai tokoh masyarakat wajib mengingatkan bahwa hasil panen ini bukan semata-mata hasil kerja sendiri tapi juga semua itu karena ridho dan berkah sang pencipta.
Kemudian penata tari mengekspresikan rasa syukur tersebut melalui gerakan tari para wanita dengan sebuah property “boboko” yang mengartikan hasil panen tersebut akan di simpan di sebuah tempat atau property lumbung yang di namakan “Leuit”.
Penata memberikan gerakan kepada laki-laki dengan property cangkul, yaitu memberikan arti bahwa kerja keras mereka adalah hasil panen yang akan di simpan di lumbung padi. penata tari memberikan sedikit sentuhan dengan gerakan-gerakan banyol untuk memberikan kesan bahwa mereka selalu bekerja dengan rasa ikhlas.
Gerakan-gerakan tari tersebut diiringi oleh sebuah musik khas Karawang yaitu “Ajeng” dan “Ketuk tilu”. Penata Musik memberikan kesan pada musik Ajeng adalah untuk sebuah nuansa religi sedangkan ketuk tilu memberikan nuansa bekerja.
Pada pertengahan, sebuah persembahan di tampilkan oleh penata tari dengan menampilkan tari “Soja” yaitu sebagai ungkapan rasa syukur kepada sang Pencipta yang di simbolkan dengan dewi sri. dan menyambut kedatangan hasil panen yang melimpah.
Pada kesempatan ini penata tari mengkolaborasikan tari soja dengan nuansa penyambutan terhadap datang nya hasil panen.
Akhirnya setelah padi mereka di simpan di dalam “Leuit”, masyarakat petani kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan gembira.


PERADABAN TARUMANAGARA (PERTAHANAN)


Pada jaman dulu kerajaan Tarumanagara  adalah tempat persinggahan kerajaan-kerajaan lain. Hal ini di laksanakan pada saat panen raya, kegiatan ini di ibaratkan sebuah ungkapan rasa Syukur kepada Sang Pencipta dan rasa kegembiraan dari masyarakat petani karena hasil panen yg bagus sehingga semua masyarakat baik tua maupun muda  bergembira menyambut hasil panen.
Ngarak Pusaka Karawang yang di tampilkan saat ini adalah kegiatan penyimpanan hasil panen yaitu padi ke dalam sebuah lumbung padi yang disebut “Leuit”, kegiatan ini bernuansa  religi dengan di awali oleh “seorang tua” sebagai tokoh masyarakat dan wajib mengingatkan bahwa hasil panen ini bukan semata-mata hasil kerja sendiri tapi juga semua itu karena ridho dan berkah sang pencipta. Dengan di awali do’a-do’a Orang tua tersebut memimpin masyarakat bersujud  mengungkapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, bahwa hasil yg di panen adalah merupakan kerja keras masyarakat petani.
Para wanita dengan gemulai memainkan “boboko” yang berisi padi hasil panen tersebut yang akan di simpan di sebuah “Leuit”. sedangkan laki-laki dengan cangkul nya, bekerja keras agar hasil panennya bisa berhasil dengan melimpah. Dengan diiringi canda dan banyol, mereka tetap bekerja dengan dipenuhi rasa ikhlas.
Akhirnya setelah padi mereka di simpan di dalam “Leuit”, masyarakat petani kembali ke rumah masing-masing dengan perasaan gembira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar